Sabtu, 14 September 2013

Jenis-Jenis Limbah


Jenis-Jenis Limbah
Jenis-Jenis limbah dapat dikelompokan berdasarkan karakteristik nya misalnya : berdasarkan kandungan jenis zatnya, wujudnya, sumbernya dan tingkat bahayanya.

1. Pengelompokan Limbah berdasarkan kandungan jenis zatnya.
Zat kimia ada 2 yaitu Zat kimia organic adalah zat kimia yang mengandung unsur hidrokarbon (unsur hydrogen dan unsur karbon), dan zat kimia anorganik adalah zat kimia yang tidak mengandung hidrokarbon. Maka Limbah juga ada:

a). Limbah Organik: Limbah yang mengandung unsur hidrokarbon yaitu unsur hydrogen dan unsur carbon ( limbah yang berasal dari bahan makhluk hidup). Misal: Sisa kotoran hewan, sampah daun, sisa makanan, kertas bekas (berasal dari bahan kayu), plastic-plastik (berasal dari faksi minyak bumi hasil pelapukan makhluk hidup dalam waktu lama), kain bekas (dari sutra).
Dari segi teknis Limbah organic: limbah yang mudah diuraikan oleh organisme. Limbah plastik, kertas, kain bukan limbah organik karena susah diuraikan oleh organisme meskipun mengandung zat kimia.

Manfaat dari limbah organik: membuat kompos. Kompos : pupuk yang berasal dari hasil pelapukan sampah organik oleh organisme.

b). Limbah Anorganik: limbah yang selain mengandung zat-zat kimia anorganik, juga mengandung zat kimia organikyang sulit diuraikan oleh organisme. (besi, kaca, plastic, kaleng, kemasan makanan, kertas, sisa proses pemupukan)

2. Pengelompokan limbah berdasarkan wujudnya.
a). Limbah berwujud padat (sampah): Struktur bentuk yang relative tetap dan kalau dipegang terasa padat. Jenis dari limbah padat:
1). Limbah padat organic yang mudah busuk (sampah sisa makanan, sampah sayuran, kulit buah-buahan, dedaunan) dapat dipakai untuk kompos.
2). Limbah padat organic yang tidak mudah busuk (kertas, kain, batang kayu) maka perlu pendaurulangan dan limbah anorganik yang tidak mudah busuk (karena tersusun atas unsure-unsur jenis logam, sulit untuk diolah secara biasa, memerlukan perlakuan dan keahlian khusus : besi-besi tua, sampah kaleng, dll)
3). Limbah padat berupa debu (Meski ukurannya kecil tapi termasuk kedalam sampah padat, karena memilii partikel yang tetap): dari kebakaran hutan dan gunung berapi yang meletus dan akan menggganggu jangkauan pandangan dan saluran pernafasan.

b). Limbah berwujud Cair: bentuk sesuai tempatnya. Umumnya dibuang ke saluran air: sungai, danau, kolam, laut. Jenis-jenisnya:
1). Limbah cair domestic: berasal dari kegiatan rumah tangga, restoran, penginapan. Contoh: Air sabun, air cucian, tinja, sisa makanan yang berwujud cair. Air bekas mandi dan cucian adl limbah yang paling berbahaya karena senyawa penyusunnya sukar teruraikan oleh mikroorganisme.
2). Limbah cair idustri: berasal dari hasil kegiatan proses produksi barang disuatu industry. Jika jumlahnya melebihi batas ambang sangat berbahaya karena mengandung zat kimia yang sulit diuraikan. Contoh: cairan bekas pencelupan kain di pabrik tekstil, cairan sisa pada industry zat kimia, seperti industry amonia, asam sulfat, sianida, cairan-cairan lain yang berhaya sisa kegiatan industry. Sebelum limbah dibuang haus mengalami tahap pengolahan limbah sehingga ketika dibuang sudah tidak berbahaya.
3). Air hujan yang tercemar,
Penggunaan bahan bakar fosil menimbulkan banyak dihasilkan zat pencemar udara spt: CO2, gas ammonia, gas asam sulfat. Akibat pencemaran udara maka air hujan yg terjadi mengandung zat-zat tersebut.

c). Limbah berwujud gas: Limbah gas : limbah yang keberadaannya di udara/ lapisan atmosfer bumi. Berasal dari pembakaran minyak bumi (bensin,solar, minyak tanah dll). CO2 dari proses kehidupan : penyebab terbesar terjadinya pemanasan global (global warming). Limbah gas: limpah paling cepat masuk ketubuh kita karena kita bernafas. Menanganinya: mengurngi yang berakbat pada limbah gas, mendaur ulang CO2 dengan menanam pepohonan. Untuk limbah yang lain:
1).  Oksida karbon: dari proses pembakaran senyawa yang mengandung atom karbon (pembkaran bahan bakar, kayu, lilin). CO2 jika kadar konsentrasinya tinggi (10-20) % menyebabkan pusing-pusing, pingsan karena darang kekurangan O2 dan kelebihan CO2. Gas CO: gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan beracun, kadar di udara 0.1 bpj (bgn per juta). Jika mencapai  100bpj menyebabkan pusing, lelah, sesak nafas dan pingsan. Jika melebihi waktu 4 jam menyebabkan kematian. Hal ini karena hemoglobin lebih mudah mengikat CO disbanding O2.
2).  Oksidda Belerang: dari pembakaran bahan bakar kendaraan motor, asap industry, pembakaran batu bara. Contoh gas belerang dioksida (SO2). Dan belerang trioksida (SO3). Batas maksimal di udara 0.0002 bpj. Sifat nya tidak berwarna, bau  tajam.
3).  Oksida Nitrogen:Nitrogen monoksida (NO:tidak berwarna &tidak bau), Nitrogen Dioksida (NO2: gas tidak berwarna dan tidak bau), Amonia (NH3: gas tidak berwarna dan bau). Batas kadar diudara 0,001 bpj.
4). Gas Hidrokarbon (CxHy): proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar minyak bumi dan dari proses penguapan minyak bumi.

d). Limbah Suara: Limbah yang berupa gelombang bunyi yang merambat diudara, yang dapat dihasilkan dari mesin kendraan,mesin pabrik, perlatan elektronik (TV, Radio), dll. Kadar limbah suara yang dapat ditoleransi adalah 80 dB

3. Limbah Bahan Berbahaya dan beracun (B3). Berdasarkan PP RI No. 18 th 1999 ttg pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun yang dimaksud Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/ atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/ atau konsentrasinya dan/ atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya.
  
Limbah B3 dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a). Sumbernya : dibagi 3 jenis yi limbah B3 dengan sumber spesifik, Limbah B3 dengan sumber tidak spesifik, dan limbah B3 dengan sumber bahan kimia tumpuhan, kadaluarsa, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifik

b). Uji Karakteristik: PP RI No.85 Thn 1999 ttg pengelolaan limbah B3 bahwa suatu uji dilakukan di laboratoium, jika limbah mengandung dalah satu/ lebih sifat dan/atau salah satu atau lebih pencmar yang melebihi ambang batasnya dapat dikategorikan sebagai limbah B3. Sifat-sifat nya adalah:
1). Mudah meledak pada suhu dan tekanan standar ( 25o C, 760 mmHg)
2). Mudah terbakar, bersifat reaktif, bersifat korosi
3). Menyebabkan infeksi
4). Beracun berdasarkan TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure)

c). Uji Toksikologi
1). Sifat akut: Uji hayati untuk mengukur hubungan dosis respons antara limbah dengan kematian hewan uji, untuk menetapkan nilai LD50.
2). Sifat Kronik: Uji toksik, mutagenic, karsinogenik, teratogenik, dll dengan cara mencocokan zat pencemar yang ada dalam limbah berdasarkan pertimbangan factor-faktor tertentu.

d).  Bentuk fisiknya: dapat diidentifikasi berdasarkan sifat racunnya (toksin).
Sifat racun dari limbah B3 dapat digolongkan sbb: Bentuk padat, cair dan gas. Untuk mengurangi LImbah B3 dengan Reduce ( pengurangan jumlah limbah B3), Rause ( Penggunaan ulang limbah B3 yang dihasilkan), recycle ( Pendaur ulangan limbah B3). Standar baku pengolahan lahan terkontaminasi yang dimiliki Kementerian Negara Lingkungan HIdup adalah : KepMen LH N0. 128 Th 2003 ttg tata cara dan persyaratan tekhnis pengolahan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis, namun belum ada baku mutu untuk pengelolaan tanah terkontaminasi limbah B3 dari kontaminan senyawa lainnya.

Baku Mutu pengelolaan Limbah B3 yang sudah ada yi baku mutu total kadar maksimum limbah B3 dan TCLP di LepDal No.04/09/1995tentang tata cara persyaratan penimbunan hasil pengolahan, persyaratan lokasi bekas pengolahan dan lokasi bekas penimbunan limbah B3 dapat secara otomatis atau langsung dijadikan acuan sebagai pengganti baku mutu untuk tanah terkontaminasi limbah B3. Baku mutu total Kadar Maksimum Limbah B3 dan TCLP dalam keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 04/09/1995 tidak bias mewakili nilai batas terkontaminasi LImbah B3.

Total Kadar Maksimum limbah B3 : Baku mutu untuk menentukan apakah suatu limbah B3 termasuk kategori landfill kelas I,II, atau III, Sedangkan uji TCLP : Uji untuk mengukur kadar/ Konsentrasi parameter dalam lindi dari limbah B3 dan menunjukan angka layak tidaknya limbah untuk di landfill.
Penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 dari industry, baku mutu dalam Kep dal N0. 04/09/1995 hanya digunakan untuk menangani kasus tertentu, spt pengangkatan (clean up) bunker limbah B3 dari bekas painting sludge dari kegiatan industry otomotif.


Sumber:
Modul IPA SMK Kelas XI, Dewi S, S.Pd, 2008. Jakarta: CV Graha Pustaka
Buku IPA SMK/MAK Kelas XI, Cucu Suhendar. 2009. Bandung: Armico
Buku IPA SMK, Budi Martono. 2008. Jakarta: Direktoral Pembinaan SMK.

Limbah

LIMBAH
Sampah yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme adalah sampah organik. Yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme adalah sampah anorganik yang jumlahnya lebih banyak daripada sampah organic. Sampah (Limbah padat) yang jumlahnya melebihi ambang batas dan waktunya tidak tepat maka dikategorikan sebagai limbah pencemar.

A. Pengertian Limbah
·           Limbah : suatu bahan sisa buangan dari proses produksi/ kegiatan industry dan kegiatan domestic (spt kegiatan rumah tangga) yg keberadaannya tidak memberikan nilai ekonomis terhadap lingkungan, hal tersebut dipandang dari segi waktu dan tempat tnt.
·           Menurut PP No. 18/1999, Limbah : Sisa/ buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia.
·           Limbah mempunyai kualitas mengenai dampak yg akan ditimbulkannya. Kualitas itu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: Volume limbah, kandungan bahan pencemar, frekuensi pembuangan limbah.
·           Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan limbah bergantung pada jenis dan karakteristik limbah yaitu : berukuran mikro, dinamis, berdampak luas (penyebarannya), berdampak jangka panjang (antargenerasi).

B. Baku Mutu Lingkunggan/ Nilai ambang batas
Untuk menjaga kelestarian lingkungan maka harus ada standar (Baku Mutu Lingkungan) : ukuran apakah keadaan lingkungan sudah tercemar/belum.Yang dibuat dan dikrluarkan oleh pemerintah berdasarkan UU yi pasal 15 UU No. 4 Thn 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan pasal 14 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup ( UU No. 23 Th 1997) yg diatur dg PP.
·      Menurut UU No. 23 Th 1997 Baku Mutu Lingkungan: Ukuran batas/ kadar makhluk hidup, zat, energy, atau komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsure pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsure Lingkungan hidup.
·      Baku MUtu Air pada Sumber Air (Baku MUtu Air): Batas kadar yang diperbolehkan bagi zat/ bahan pencemar terdapat dalam air, namun air tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
·      Baku Mutu LImbah Cair : Batas kadar yang diperbolehkan oleh zat/ bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran kedalam air pada sumber air sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
·      Baku mutu udara ambient: batas kasdar yang diperbolehkan bagi zat/ bahan pencemar terdapat diudara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan benda.
·      Baku mutu udara emisi: batas kasdar yang diperbolehkan bagi zat/ bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran keudara shg tidak mengakibatkan dilampoinya baku mutu udara ambient.

Baku mutu beberapa jenis limbah dalam air minum       
Jenis Limbah Kadar maksimum yang diperbolehkan
Kadmium 0,003 mg/ liter
Air Raksa 0,001 mg/ liter
Sianida 0,07 mg/ liter
Nikel 0,02 mg/ liter
Arsenik 0,01 mg/ liter
Timah 0,01 mg/ liter
Boron 0,3 mg/ liter
Fluorida 1,5 mg/ liter
Tembaga 2 mg/ liter
Nitrat 5 mg/ liter

Baku mutu limbah cair bagi kawasan industry
Parameter Kadar Maksimum Beban pencemaran maksimum
(mg/liter) (kg/hari)
BOD 5 50 4.3
COD 100 8.6
TSS 200 17.2
pH 6,0 - 9,0


Sumber
:

·      Modul IPA SMK Kelas XI, Dewi S, S.Pd, 2008. Jakarta: CV Graha Pustaka
·      Buku IPA SMK/MAK Kelas XI, Cucu Suhendar. 2009. Bandung: Armico
·      Buku IPA SMK, Budi Martono. 2008. Jakarta: Direktoral Pembinaan SMK.

Metode Ilmiah dan Penelitian Ilmiah

Metode Ilmiah dan Penelitian Ilmiah

Metode ilmiah
Metode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekal.

Menurut Almadk (1939),” metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.”

kriteria serta langkah-langkah tertentu dalam Metode ilmiah adalah sebagai berikut :
Langkah-langkah
1.         Memilih dan mendefinisikan masalah.
2.         Survei terhadap data yang tersedia.
3.         Memformulasikan hipotesa.
4.         Membangun kerangka analisa serta alat-alat dalam menguji hipotesa.
5.         Mengumpulkan data primair.
6.         Mengolah, menganalisa serla membuat interpretasi.
7.         Membual generalisasi dan kesimpulan.
8.         Membuat Laporan

Kriteria Metode Imiah
Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1.                  Berdasarkan fakta.
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang dianalisa haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah penemuan atau pembuktian didasar-kan pada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda atau kegiatan sejenis.
2.                  Bebas dari prasangka (bias)
Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.
3.                  Menggunakan prinsip-prinsip analisa.
Dalam memahami serta member! arti terhadap fenomena yang kompleks, harus digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis, Fakta yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan analisa yang tajam
4.                  Menggunakan hipotesa
Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk mengonggokkan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran peneliti.
5.                  Menggunakah ukuran objektif.
Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran yang objektif. Ukuran tidak boleh dengan merasa-rasa atau menuruti hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif dan dengan menggunakan pikiran yang waras
6.                  Menggunakan teknik kuantifikasi.
Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm, kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan Jauhi ukuran-ukuran seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang rokok, dan sebagai¬nya Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran nominal, ranking dan rating


Penelitian ilmiah
Ada beberapa pandangan menurut para ahli tentang apa itu penelitian ilmiah, yang kita simpulkan secara garis besar sebagai berikut :
  1. Penelitian ilmiah merupakan usaha untuk memperoleh fakta-fakta atau mengembangkan prinsip-prinsip (menemukan/ mengembangkan/ menguji kebenaran)
  2. Penelitian ilmiah yang dilakukan dengan cara / kegiatan mengumpulkan, mencatat dan menganalisa data (informasi/ keterangan)
  3. Penelitian ilmiah itu hendaknya dikerjakan dengan sabar, hati-hati, sistematis dan berdasarkan ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah.

Ada empat tujuan utama dari penelitian itu, yaitu :
  1. Tujuan Exploratif (Penemuan) : menemukan sesuatu yang baru dalam bidang tertentu
  2. Tujuan Verifikatif (Pengujian) : menguji kebenaran sesuatu dalam bidang yang telah ada
  3. Tujuan Developmental (Pengembangan) : mengembangkan sesuatu dari bidang yang telah ada
  4. Penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)

Selain empat macam yang telah disebutkan di atas, adapun peranan dari penelitian itu ialah sebagai berikut :
  1. Pemecahan masalah, meningkatkan kemampuan untuk menginterpretasikan fenomena-fenomena  dari suatu masalah yang kompleks dan kait-mengait
  2. Memberikan jawaban atas pertanyaan dalam bidang yang diajukan, meningkatkan kemampuan untuk menjelaskan atau menggambarkan fenomena-fenomena dari masalah tersebut
  3. Mendapatkan pengetahuan / ilmu baru

Langkah-Langkah Dari Penelitian
1. Pembuatan rancangan
2. Pelaksanaan penelitian
3. Pembuatan laporan penelitian

Adapun alur dari kegiatan penelitian :
  1. Memilih masalah  (memerlukan kepekaan)
  2. Studi pendahuluan (studi eksploratoris, mencari informasi)
  3. Merumuskan masalah (jelas, dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa)
  4. Merumuskan anggapan dasar (sebagai tempat berpijak / HIPOTESIS)
  5. Memilih pendekatan (Metode atau cara penelitian, jenis penilitian yang dapat menentukan variabel apa, objeknya apa, subjeknya apa, sumber datanya di mana
  6. Menentukan variabel dan sumber data (apa yang akan diteliti? Data diperoleh dari mana?)
  7. Menentukan dan menyusun instrument (Apa jenis data, dan dari mana diperoleh? Observasi, interview atau kuesioner?)
  8. Mengumpulkan data (dari mana dan dengan cara apa?)
  9. Analisis data (memerlukan ketekunan dan pengertian terhadap data. Apa jenis data akan menentukan teknik analisisnya)
  10. Menyusun laporan (memerlukan penguasaan bahasa yang baik dan benar)
  
sikap para ilmiah
Sikap ilmiah adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang peneliti. Untuk dapat melalui proses penelitian yang baik dan hasil yang baik pula, peneliti harus memiliki sifat-sifat berikut ini:

Mampu Membedakan Fakta dan Opini
Fakta adalah suatu kenyataan yang disertai bukti-bukti ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan sebenarannya, sedangkan opini adalah pendapat pribadi dari seseorang yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya sehingga di dalam melakukan studi kepustakaan, seorang peneliti hendaknya mampu membedakan antara fakta dan opini agar hasil penelitiannya tepat dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
      Berani dan Santun dalam Mengajukan Pertanyaan dan Argumentasi
Peneliti yang baik selalu mengedepankan sifat rendah hati ketika berada dalam satu ruang dengan orang lain. Begitu juga pada saat bertanya, berargumentasi, atau mempertahankan hasil penelitiannya akan senantiasa menjunjung tinggi sopan santun dan menghindari perdebatan secara emosi. Kepala tetap dingin, tetapi tetap berani mempertahankan kebenaran yang diyakininya karena yakin bahwa pendapatnya sudah dilengkapi dengan fakta yang jelas  sumbernya.
       Mengembangkan Keingintahuan
Peneliti yang baik senantiasa haus menuntut ilmu, ia selalu berusaha memperluas pengetahuan dan wawasannya, tidak ingin ketinggalan informasi di segala bidang, dan selalu berusaha mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin hari semakin canggih dan modern.
        Kepedulian terhadap Lingkungan
Dalam melakukan penelitian, peneliti yang baik senantiasa peduli terhadap lingkungannya dan selalu berusaha agar penelitian yang dilakukannya membawa dampak yang positif bagi lingkungan dan bukan sebaliknya, yaitu justru merusak lingkungan. Semua usaha dilakukan untuk melestarikan lingkungan agar bermanfaat bagi generasi selanjutnya.
                  Berpendapat secara Ilmiah dan Kritis
Pendapat seorang peneliti yang baik selalu bersifat ilmiah dan tidak mengada-ada tanpa bukti yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Di samping itu, peneliti juga harus kritis terhadap permasalahan yang terjadi dan berkembang di sekitarnya.
         Berani Mengusulkan Perbaikan atas Suatu Kondisi dan Bertanggung Jawab terhadap Usulannya
Peneliti yang baik senantiasa berani dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang harus dihadapinya jika sudah mengusulkan sesuatu. Usulan tersebut selalu diembannya dengan baik dan dilaksanakan semaksimal mungkin, kemudian diwujudkannya dalam bentuk nyata sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh orang lain.
         Bekerja Sama
Dalam kehidupan sehari-hari, peneliti yang baik mampu bekerja sama dengan orang lain dan tidak individualis atau mementingkan diri sendiri. Ia meyakini bahwa dirinya tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain sehingga keberadaannya senantiasa diharapkan oleh orang lain.
         Jujur terhadap Fakta
Peneliti yang baik harus jujur terhadap fakta dan tidak boleh memanipulasi fakta demi kepentingan penelitiannya karena penelitian yang baik harus berlandaskan pada studi kepustakaan yang benar agar kelak jika orang lain melakukan penelitian yang sama, didapatkan hasil yang sama pula. Apa pun fakta yang diperolehnya, ia harus yakin bahwa itulah yang sebenarnya.
        Tekun
Sebuah penelitian kadang kala memerlukan waktu yang pendek untuk menghasilkan sebuah teori, tetapi kadang kala memerlukan waktu yang sangat lama, bahkan bertahun-tahun. Seorang peneliti yang baik harus tekun dalam penelitian yang dilakukannya, tidak boleh malas, mudah jenuh, dan ceroboh, juga harus rajin, bersemangat, serta tidak mudah putus asa. Dengan demikian, ia akan mendapatkan hasil yang memuaskan.




Sumber :

Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan (science) mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan (knowledge atau dapat juga disebut common sense). Ilmu pengetahuan itu berbeda dengan pengetahuan. 

Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau membahas esensi atau hakekat ilmu pengetahuan. Demikian pula membahas pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat pengetahuan. Untuk itu kita perlu memahami serba sedikit Filsafat Ilmu Pengetahuan. Dengan mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui hakekat ilmu pengetahuan dan hakekat pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmu-ilmu lain, dapat berkomunikasi dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner. Sebelum membahas ilmu pengetahuan dan perbedaannya dengan pengetahuan, terlebih dahulu akan dikemukakan sedikit tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Mempelajari sejarah ilmu pengetahuan itu penting, karena dengan mempelajari hal tersebut kita dapat mengetahui tahap-tahap perkembangannya. Ilmu pengetahuan tidak langsung terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses, melalui tahap-tahap atau periode-periode perkembangan.


1. Periode Pertama (abad 4 sebelum Masehi)
Perintisan “Ilmu pengetahuan” dianggap dimulai pada abad 4 sebelum Masehi, karena peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu pengetahuan diketemukan mulai abad 4 sebelum Masehi. Abad 4 sebelum Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongeng-dongeng ke analisis rasional. Contoh persepsi mitos adalah pandangan yang beranggapan bahwa kejadian-kejadian misalnya adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan dewa-dewa. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi logos adalah pandangan yang bersifat rasional. Dalam persepsi mitos, dunia atau kosmos dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan magis, mistis. Atau dengan kata lain, dunia dijelaskan oleh faktor-faktor luar (eksternal). Sedang dalam persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam (internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Analisis rasional ini merupakan perintisan analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan ilmiah.
Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles. Persepsi Aristoteles tentang dunia adalah sebagai berikut: dunia adalah ontologis atau ada (eksis). Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak eksis, dunia hanya menumpang keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia riil, yang riil adalah dunia ide. Menurut Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada hirarki substansi-substansi. Substansi adalah sesuatu yang mandiri, dengan demikian dunia itu mandiri. Setiap substansi mempunyai struktur ontologis. 
Dalam struktur terdapat 2 prinsip, yaitu:    1) Akt: menunjukkan prinsip kesempurnaan (realis); 2) Potensi: menunjukkan prinsip kemampuannya, kemungkinannya (relatif). Setiap benda sempurna dalam dirinya dan mempunyai kemungkinan untuk mempunyai kesempurnaan lain. Perubahan terjadi bila potensi berubah, dan perubahan tersebut direalisasikan.
Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal dari perintisan “ilmu pengetahuan” adalah hal-hal sebagai berikut:
1)         Hal Pengenalan
Menurut Aristoteles terdapat dua macam pengenalan,
yaitu:  (1) pengenalan inderawi; (2) pengenalan rasional. Menurut Aristoteles, pengenalan inderawi memberi pengetahuan tentang hal-hal yang kongkrit dari suatu benda. Sedang pengenalan rasional dapat mencapai hakekat sesuatu, melalui jalan abstraksi.
2)         Hal Metode
Selanjutnya, menurut Aristoteles, “ilmu pengetahuan” adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum bukan objek-objek eksternal atau fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti berargumentasi (reasoning). Menurut Aristoteles, mengembangkan “ilmu pengetahuan” berarti mengembangkan prinsip-prinsip, mengembangkan “ilmu pengetahuan” (teori) tidak terletak pada akumulasi data tetapi peningkatan kualitas teori dan metode. Selanjutnya, menurut Aristoteles, metode untuk mengembangkan “ilmu pengetahuan” ada dua, yaitu: (1) induksi intuitif yaitu mulai dari fakta untuk menyusun hukum (pengetahuan universal); (2) deduksi (silogisme) yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.

2.  Periode Kedua (abad 17 sesudah Masehi)
Pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena adanya perombakan total dalam cara berpikir. Perombakan total tersebut adalah sebagai berikut:
Apabila Aristoteles cara berpikirnya bersifat ontologis rasional, Gallileo Gallilei (tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara berpikirnya bersifat analisis yang dituangkan dalam bentuk kuantitatif atau matematis. Yang dimunculkan dalam berfikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tentang hakekat, jadi berpikir metafisis (apa yang berada di balik yang nampak atau apa yang berada di balik fenomena).
Abad 17 meninggalkan cara berpikir metafisi dan beralih ke elemen-elemen yang terdapat pada sutau benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat. Dengan demikian bukan substansi tetapi elemen-elemen yang merupakan kesatuan sistem. Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu model yaitu memasukkan unsur makro menjadi mikro, mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga memerlukan adanya laboratorium. Uji coba penting, untuk itu harus membuat eksperimen. Ini berarti mempergunakan pendekatan matematis dan pendekatan eksperimental. Selanjutnya apabila pada jaman Aristoteles ilmu pengetahuan bersifat ontologis, maka sejak abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly) serta disatu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi. Prinsip jelas dan terpilah-pilah dapat dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapan yang terkenal, yaitu Cogito Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Suatu yang pasti adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil pemeriksaan rasio (dalam Hadiwijono, 1981). Pengamatan merupakan hasil kerja dari indera (mata, telinga, hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur, karena ini sama dengan pengamatan binatang. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keragu-raguan. Keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada di samping materi. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant (1724-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan merupakan pangalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio.
Agar dapat memahami pandangan Immanuel Kant tersebut perlu terlebih dahulu mengenal pandangan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman. Menurut Immanuel Kant, baik rasionalisme maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan keterpaduan atau sintesa antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori (dalam Bertens, 1975). Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. Sehingga dapat dikatakan menurut Kant ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman, tetapi hasil konstruksi oleh rasio.
Inilah pandangan Rene Descartes dan Immanuel Kant yang menolak pandangan Aristoteles yang bersifat ontologis dan metafisis. Banyak tokoh lain yang meninggalkan pandangan Aristoteles, namun dalam makalah ini cukup mengajukan dua tokoh tersebut, kiranya cukup untuk menggambarkan adanya pemikiran yang revolusioner dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Pengetahuan
Terdapat beberapa definisi ilmu pengetahuan, di antaranya adalah:
a)         Ilmu pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia.
Definisi ini tidak diterima karena mencampuradukkan ilmu pengetahuan 
                                            dan teknologi.
b)         Ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia material.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat materi.
c)         Ilmu pengetahuan adalah definisi eksperimental.
Definisi ini tidak dapat diterima karena ilmu pengetahuan tidak hanya hasil/metode eksperimental semata, tetapi juga hasil pengamatan, wawancara. Atau dapat dikatakan definisi ini tidak memberikan tali pengikat yang kuat untuk menyatukan hasil eksperimen dan hasil pengamatan (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).
d)         Ilmu pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari pengamatan empiris.
Definisi mempergunakan metode induksi yaitu membangun prinsip-prinsip umum berdasarkan berbagai hasil pengamatan. Definisi ini memberikan tempat adanya hipotesa, sebagai ramalan akan hasil pengamatan yang akan datang. Definisi ini juga mengakui pentingnya pemikiran spekulatif atau metafisik selama ada kesesuaian dengan hasil pengamatan. Namun demikian, definisi ini tidak bersifat hitam atau putih. Definisi ini tidak memberi tempat pada pengujian pengamatan dengan penelitian lebih lanjut.
Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris hanya berdasarkan kesimpulan logis berarti hanya berdasarkan kesimpulan akal sehat. Apabila kesimpulan tersebut hanya merupakan akal sehat, walaupun itu berdasarkan pengamatan empiris, tetap belum dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan tetapi masih pada taraf pengetahuan. Ilmu pengetahuan bukanlah hasil dari kesimpulan logis dari hasil pengamatan, namun haruslah merupakan kerangka konseptual atau teori yang memberi tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian diterima secara universal. Ini berarti terdapat adanya kesepakatan di antara para ahli terhadap kerangka konseptual yang telah dikaji dan diuji secara kritis atau telah dilakukan penelitian akan percobaan terhadap kerangka konseptual tersebut.
Berdasarkan pemahaman tersebut maka pandangan yang bersifat statis ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus kita tolak. Pandangan yang bersifat statis ekstrim menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan cara menjelaskan alam semesta di mana kita hidup. Ini berarti ilmu pengetahuan dianggap sebagai pabrik pengetahuan. Sementara pandangan yang bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu pengetahuan merupakan kegiatan yang menjadi dasar munculnya kegiatan lebih lanjut. Jadi ilmu pengetahuan dapat diibaratkan dengan suatu laboratorium. Bila kedua pandangan ekstrim tersebut diterima, maka ilmu pengetahuan akan hilang musnah, ketika pabrik dan laboratorium tersebut ditutup.

Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru.

Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995). Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).

Selanjutnya John Ziman menjelaskan bahwa definisi tersebut memberi tekanan pada makna manfaat, mengapa? Kesahihan gagasan baru dan makna penemuan eksperimen baru atau juga penemuan penelitian baru (menurut penulis) akan diukur hasilnya yaitu hasil dalam kaitan dengan gagasan lain dan eksperimen lain. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian kepastian, melainkan sebagai penyelidikan yang berhasil hanya sampai pada tingkat yang bersinambungan (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).

Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi ilmu pengetahuan di atas menekankan kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru, berarti juga menghasilkan penelitian baru yang pada gilirannya menghasilkan teori baru dan seterusnya – berlangsung tanpa berhenti. Mengapa ilmu pengetahuan tidak menekankan penerapannya? Seperti yang dilakukan para ahli fisika dan kimia yang hanya menekankan pada penerapannya yaitu dengan mempertanyakan bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi? Bila hanya itu yang menjadi penekanan ilmu pengetahuan, maka apabila pertanyaan itu sudah terjawab, ilmu pengetahuan itu akan berhenti. Oleh karena itu, definisi ilmu pengetahuan tidak berorientasi pada penerapannya melainkan pada kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru atau penelitian baru, dan pada gilirannya menghasilkan teori baru.

Para ahli fisika dan kimia yang menekankan penerapannya pada hakikatnya bukan merupakan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan akal sehat (common sense). Selanjutnya untuk membedakan hasil akal sehat dengan ilmu pengetahuan William James yang menyatakan hasil akal sehat adalah sistem perseptual, sedang hasil ilmu pengetahuan adalah sistem konseptual (Conant J. B. dalam Qadir C. A., 1995). Kemudian bagaimana cara untuk memantapkan atau mengembangkan ilmu pengetahuan? Berdasarkan definisi ilmu pengetahuan tersebut di atas maka pemantapan dilakukan dengan penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan.

Perlu dipertanyakan pula bagaimana hubungan antara akal sehat yang menghasilkan perseptual dengan ilmu pengetahuan sebagai konseptual. Jawabannya adalah akal sehat yang menghasilkan pengetahuan merupakan premis bagi pengetahuan eksperimental (Conant, J.B. dalam Qadir C.A., 1995). Ini berarti pengetahuan merupakan masukan bagi ilmu pengetahuan, masukan tersebut selanjutnya diterima sebagai masalah untuk diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian dapat berbentuk teori baru.

Sedangkan Ernest Nagel secara rinci membedakan pengetahuan (common sense) dengan ilmu pengetahuan (science).
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam common sense informasi tentang suatu fakta jarang disertai penjelasan tentang mengapa dan bagaimana. Common sense tidak melakukan pengujian kritis hubungan sebab-akibat antara fakta yang satu dengan fakta lain. Sedang dalam science di samping diperlukan uraian yang sistematik, juga dapat dikontrol dengan sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan pengorganisasian dan pengklarifikasian berdasarkan prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berlaku.

Ilmu pengetahuan menekankan ciri sistematik.
Penelitian ilmiah bertujuan untuk mendapatkan prinsip-prinsip yang mendasar dan berlaku umum tentang suatu hal. Artinya dengan berpedoman pada teori-teori yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, penelitian baru bertujuan untuk menyempurnakan teori yang telah ada yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sedang common sense tidak memberikan penjelasan (eksplanasi) yang sistematis dari berbagai fakta yang terjalin. Di samping itu, dalam common sense cara pengumpulan data  bersifat subjektif, karena common sense sarat dengan muatan-muatan emosi dan perasaan.

Dalam menghadapi konflik dalam kehidupan, ilmu pengetahuan menjadikan konflik sebagai pendorong untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan berusaha untuk mencari, dan mengintroduksi pola-pola eksplanasi sistematik sejumlah fakta untuk mempertegas aturan-aturan. Dengan menunjukkan hubungan logis dari proposisi yang satu dengan lainnya, ilmu pengetahuan tampil mengatasi konflik.

Kebenaran yang diakui oleh common sense bersifat tetap, sedang kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu diusik oleh pengujian kritis. Kebenaran dalam ilmu pengetahuan selalu dihadapkan pada pengujian melalui observasi maupun eksperimen dan sewaktu-waktu dapat diperbaharui atau diganti.

Perbedaan selanjutnya terletak pada segi bahasa yang digunakan untuk memberikan penjelasan pengungkapan fakta. Istilah dalam common sense biasanya mengandung pengertian ganda dan samar-samar. Sedang ilmu pengetahuan merupakan konsep-konsep yang tajam yang harus dapat diverifikasi secara empirik.

Perbedaan yang mendasar terletak pada prosedur.
Ilmu pengetahuan berdasar pada metode ilmiah. Dalam ilmu pengetahuan alam (sains), metoda yang dipergunakan adalah metoda pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedang ilmu sosial dan budaya juga menggunakan metode pengamatan, wawancara, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Dalam common sense cara mendapatkan pengetahuan hanya melalui pengamatan dengan panca indera.

Dari berbagai uraian berdasarkan pandangan tokoh-tokoh tersebut dapatlah dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka konseptual atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal. Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.


Sumber:
Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan Dan Budaya Oleh DR. A. M. HERU BASUKI MSI.